Berikut ini kita kemukakan dalil-dalil tentang disyari'atkannya tawassul
dan Istighotsah secara lebih detail:
1. Hadits tentang orang buta yang datang kepada Rasulullah mengadukan kebutaannya. Hadits ini diriwayatkan oleh
ath-Thabarani dalam al Mu'jam al Kabir dan al Mu'jam ash-Shaghir dan beliau
mensahihkannya. Juga diriwayatkan oleh at-Turmudzi, al
Hakim dan lainnya. Hadits ini juga dishahihkan oleh al
Hafizh at-Turmudzi dari kalangan ahli hadits mutaqaddimin, juga al Hafizh
an-Nawawi, al Hafizh Ibn al Jazari dan ulama Muta-akhkhirin yang lain.
Masalah:
Jika si Wahabi
berkata bahwa makna:
"اللهم إني
أسألك وأتوجه إليك بنبينا محمد نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلى ربي في حاجتي
لتقضى لي".
Adalah:
"اللهم إني
أسألك وأتوجه إليك بدعاء نبينا محمد نبي الرحمة ...".
Dengan dalil kata
Nabi di awal hadits:
"إن شئت صبرت
وإن شئت دعوت لك".
"Jika engkau
mau engkau bisa bersabar, dan jika engkau mau aku akan mendoakan kamu".
dan itu artinya
orang tersebut memohon doa kepada Nabi ketika beliau masih hidup dan itu jelas
bisa, sedangkan yang dilakukan oleh orang yang bertawassul adalah meminta
didoakan dari orang yang sudah mati atau hidup tapi tidak di hadapannya dan hal
ini tidak diperbolehkan!
Jawab:
Bahwa dalam jaringan
hadits tersebut tidak disebutkan bahwa Nabi benar-benar mendoakan orang buta
tersebut, yang disebutkan dalam riwayat tersebut bahwa setelah orang buta itu
pergi ke tempat wudlu ', Rasulullah melanjutkan ta'lim beliau sampai orang buta
tersebut datang kembali dalam kondisi sudah bisa melihat sebagaimana disebutkan
oleh perawi hadits tersebut:
"ففعل الرجل ما
قال, فو الله ما تفرقنا ولا طال بنا المجلس حتى دخل علينا الرجل وقد أبصر كأنه لم
يكن به ضر قط".
"Orang buta
tersebut melaksanakan petunjuk Rasulullah, dan demi Allah kita belum lama
berpisah dan belum lama majelis Rasulullah bertahan sampai orang buta tersebut
kembali datang ke majelis dan telah bisa melihat seakan sebelumnya tidak pernah
terkena kebutaan sama sekali".
Dari penegasan
sahabat ini diketahui bahwa maksud kata Nabi di awal hadits adalah bahwa beliau
akan mengajarkan doa kepada orang buta tersebut, bukan mendoakannya secara
langsung:
"... وإن شئت
دعوت لك" أي علمتك دعاء تدعو به.
Jadi pemaknaan yang
dilakukan dengan taqdir (بنبينا: بدعاء نبينا) itu tidak benar karena memang
tidak ada dalilnya. Jadi bertawassul dengan Nida
'sekalipun tidak di depan seorang Nabi atau wali adalah bisa seperti
jelas-jelas disebutkan dalam hadits tersebut tanpa ditakwil-takwil dan tanpa
perlu taqdir kalimat tertentu.
Manfaat Hadits:
Hadits ini
menunjukkan dibolehkannya bertawassul dengan para nabi dan wali yang masih
hidup tanpa berada di depan mereka. Hadits ini juga
menunjukkan bolehnya bertawassul dengan para nabi dan wali, baik ketika masih
hidup maupun sudah meninggal. Jadi hadits yang sahih ini membantah
kata sebagian orang bahwa bertawassul hanya bisa dengan al Hayy al Hadlir (Nabi
atau Wali yang masih hidup dan tawassul dilakukan di hadapannya) dengan meminta
doanya.
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya dari Abu Sa'id
al Khudri-semoga Allah meridlainya-, ia berkata, Rasulullah bersabda:
"من خرج من بيته
إلى الصلاة فقال: اللهم إني أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاي هذا فإني لم أخرج
أشرا ولا بطرا ولا ريآء ولا سمعة خرجت اتقاء سخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تنقذني
من النار وأن تغفر لي ذنوبي إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت, أقبل الله عليه بوجهه
واستغفر له سبعون ألف ملك "(رواه أحمد في المسند والطبراني في الدعاء وابن
السني في عمل اليوم والليلة والبيهقي في الدعوات الكبير وغيرهم وحسن إسناده الحافظ
ابن حجر والحافظ أبو الحسن المقدسي والحافظ العراقي والحافظ الدمياطي وغيرهم).
Maknanya:
"Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat (di masjid)
kemudian ia berdo'a:" Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan
derajat orang-orang yang saleh yang berdoa kepada-Mu (baik yang masih hidup
atau yang sudah meninggal) dan dengan derajat langkah-langkahku ketika berjalan
ini, sesungguhnya aku keluar rumah bukan untuk menunjukkan sikap angkuh dan
sombong, juga bukan karena riya 'dan sum'ah, aku keluar rumah untuk menjauhi
murka-Mu dan mencari ridla-Mu, maka aku memohon kepada-Mu: selamatkanlah aku dari
api neraka dan ampunilah dosa-dosaku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni
dosa-dosa kecuali Engkau, maka Allah akan meridlainya dan tujuh puluh ribu
malaikat memohonkan ampun untuknya "(HR Ahmad dalam" al Musnad "
, ath-Thabarani dalam "ad-Du'a", Ibn as-Sunni dalam "'Amal al
Yaum wa al-laylah", al Bayhaqi dalam Kitab "ad-Da'awat al Kabir"
dan selain mereka, sanad hadits ini dihasankan oleh al Hafizh Ibnu Hajar, al
Hafizh Abu al Hasan al Maqdisi, al Hafizh al 'Iraqi, al Hafizh ad-Dimyathi dan
lain-lain).
Manfaat Hadits:
Hadits ini
menunjukkan dibolehkannya bertawassul dengan para shalihin, baik yang masih
hidup maupun yang sudah meninggal. Dalam hadits ini
pula Nabi shallallahu 'alayhi wasallam mengajarkan untuk menggabungkan antara
tawassul dengan adz-Dzawaat al Faadlilah (seorang nabi atau wali dan
orang-orang saleh) dan tawassul dengan amal saleh, ia tidak membedakan antara
keduanya, tawassul jenis pertama hukumnya bisa dan yang kedua juga bisa.Dalam
hadits ini tawassul dengan adz-Dzawaat al Faadlilah ada pada kata (بحق السائلين
عليك) dan tawassul dengan amal saleh ada di kata (وبحق ممشاي هذا).
3.
Hadits riwayat al Bayhaqi, Ibnu Abi Syaibah dan lainnya:
عن مالك الدار وكان
خازن عمر قال: أصاب الناس قحط في زمان عمر فجاء رجل إلى قبر النبي فقال: يا رسول
الله, استسق لأمتك فإنهم قد هلكوا, فأتي الرجل في المنام فقيل له: أقرئ عمر السلام
وأخبره أنهم يسقون, وقل له عليك الكيس الكيس , فأتى الرجل عمر فأخبره, فبكى عمر وقال:
يا رب لا آلو إلا ما عجزت.
Maknanya:
"paceklik datang di masa Umar, maka salah seorang sahabat yaitu Bilal ibn
al Harits al Muzani mendatangi kuburan Nabi dan mengatakan: Wahai Rasulullah,
mohonkanlah hujan kepada Allah untuk ummat-mu karena sungguh mereka benar-benar
telah binasa, kemudian orang ini bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan
Rasulullah berkata kepadanya: "Sampaikan salamku kepada Umar dan
beritahukan bahwa hujan akan turun untuk mereka, dan katakan kepadanya"
bersungguh-sungguhlah dalam melayani ummat ". Kemudian sahabat tersebut datang ke Umar dan memberitahukan apa yang
dilakukannya dan mimpi yang dialaminya. Umar menangis dan
mengatakan: "Ya Allah, Saya akan kerahkan semua upayaku kecuali yang aku
tidak mampu".
Hadits ini
dishahihkan oleh al Bayhaqi, Ibnu Katsir, al Hafizh Ibnu Hajar dan lainnya.
Manfaat Hadits:
Hadits ini
menunjukkan dibolehkannya beristighatsah dengan para nabi dan wali yang sudah
meninggal dengan redaksi Nida '(memanggil) yaitu (يا رسول الله).Ketika Bilal
ibn al Harits al Muzani mengatakan: (استسق لأمتك) maknanya adalah:
"Mohonkanlah hujan kepada Allah untuk ummat-mu", bukan ciptakanlah
hujan untuk umatmu. Jadi dari sini diketahui bahwa bisa
bertawassul dan beristighatsah dengan mengatakan:
"يا رسول الله,
ضاقت حيلتي أدركني أو أغثني يا رسول الله".
Karena maknanya
adalah tolonglah aku dengan doamu kepada Allah, selamatkanlah aku dengan doamu
kepada Allah. Rasulullah bukan pencipta manfa'at
atau mara bahaya, ia hanyalah sebab seseorang diberikan manfaat atau dijauhkan
dari bahaya. Rasulullah saja telah menyebut hujan
sebagai Mughits (penolong dan penyelamat) dalam hadits riwayat Abu Dawud dan
lainnya dengan sanad yang shahih:
"اللهم اسقنا
غيثا مغيثا مريئا مريعا نافعا غير ضآر عاجلا غير ءاجل".
Berarti sebagaimana
Rasulullah menyebut hujan sebagai Mughits karena hujan menyelamatkan dari
kesusahan dengan izin Allah, demikian pula seorang nabi atau wali menyelamatkan
dari kesusahan dan kesulitan dengan seizin Allah. Jadi bisa bilang
(أغثني يا رسول الله) dan semacamnya ketika bertawassul, karena keyakinan
seorang muslim ketika mengatakannya adalah bahwa seorang nabi dan wali hanya
sebab sedangkan pencipta manfaat dan yang menjauhkan mara bahaya secara hakiki
adalah Allah, bukan nabi atau wali tersebut.
Umar yang mengetahui
bahwa Bilal ibn al Harits al Muzani mendatangi kuburan Nabi, kemudian
bertawassul, beristighatsah dengan mengatakan: (يا رسول الله, استسق لأمتك) yang
mengandung Nida 'dan kata (استسق) tidak mengkafirkan atau memusyrikkan sahabat
Bilal ibn al Harits al Muzani, sebaliknya menyetujui perbuatannya dan tidak ada
seorang sahabat-pun yang mengingkarinya.
4. Ath-Thabarani meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
"إن لله ملائكة
في الأرض سوى الحفظة يكتبون ما يسقط من ورق الشجر فإذا أصاب أحدكم عرجة بأرض فلاة
فليناد أعينوا عباد الله" رواه الطبراني وقال الحافظ الهيثمي: رجاله ثقات
ورواه أيضا البزار وابن السني.
Maknanya:
"Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat di bumi selain hafazhah yang
menulis daun-daun yang berguguran, maka jika kalian ditimpa kesulitan di suatu
padang maka harus mengatakan: tolonglah aku, wahai para hamba Allah" (HR
ath-Thabarani dan Al Hafizh al Haytsami mengatakan: perawi-perawinya
terpercaya, juga diriwayatkan oleh al Bazzar dan Ibnu as-Sunni)
Manfaat Hadits:
Hadits ini
menunjukkan dibolehkannya beristi'anah dan beristighatsah dengan selain Allah,
yaitu para shalihin meskipun tidak di depan mereka dengan redaksi Nida
'(memanggil). An-Nawawi setelah menyebutkan riwayat
Ibnu as-Sunni dalam kitabnya al Adzkar mengatakan: "Sebagian dari
guru-guruku yang sangat alim pernah menceritakan bahwa pernah suatu ketika lalu
hewan tunggangannya dan beliau mengetahui hadits ini lalu beliau mengucapkannya
maka seketika hewan tunggangan tersebut berhenti berlari, saya-pun suatu saat
bersama suatu jama'ah kemudian terlepas seekor binatang mereka dan mereka
bersusah payah berusaha menangkapnya dan tidak berhasil kemudian saya
mengatakannya dan seketika binatang tersebut berhenti tanpa sebab kecuali
ucapan tersebut ". Ini menunjukkan bahwa mengucapkan
tawassul dan istighatsah tersebut adalah praktek para ulama ahli hadits dan
yang lainnya.
5.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dengan sanad yang hasan
sebagaimana dikatakan oleh al Hafizh Ibnu Hajar bahwa al Harits bin Hassan al
Bakri mengatakan kepada Rasulullah:
"أعوذ بالله
ورسوله أن أكون كوافد عاد"
Maknanya: "Aku
berlindung kepada Allah dan Rasul-Nya dari menjadi seperti utusan kaum 'Aad
(utusan yang yustru menghancurkan kaumnya sendiri yang mengutusnya)" (HR
Ahmad)
Manfaat Hadits:
Hadits ini
menunjukkan dibolehkannya bertawassul dan beristighatsah meskipun dengan lafazh
al Isti'adzah. Dalam hadits ini al Harits bin Hassan
al Bakri meminta perlindungan (beristi'adzah) kepada Allah karena Allah adalah
yang dimohoni perlindungan secara hakiki (Musta'adz bihi haqiqi), sedangkan
ketika ia memohon perlindungan kepada Rasulullah karena Rasulullah adalah yang
dimohoni perlindungan dengan makna sebab (Musta'adz bihi 'ala ma'na Annahu
sabab). Rasulullah tidak mengkafirkannya,
tidak memusyrikkannya bahkan tidak mengingkarinya sama sekali, padahal kita
tahu bahwa Rasulullah tidak akan pernah mendiamkan terjadinya hal mungkar
sekecil apapun. Dalam hadits ini Rasulullah tidak
mengatakan: "Engkau telah musyrik karena mengatakan: (ورسوله), karena
engkau telah beristi'adzah kepadaku".
6.
Al Bazzar meriwayatkan hadits Rasulullah:
"حياتي خير لكم
ومماتي خير لكم, تحدثون ويحدث لكم, ووفاتي خير لكم تعرض علي أعمالكم, فما رأيت من
خير حمدت الله عليه وما رأيت من شر استغفرت لكم" رواه البزار ورجاله رجال
الصحيح
Maknanya:
"Hidupku adalah kebaikan untuk kalian dan matiku adalah kebaikan untuk
kalian, ketika aku hidup kalian melakukan banyak hal lalu dijelaskan hukumnya
untuk kalian melalui aku. Matiku juga kebaikan untuk kalian,
diberitahukan kepadaku amal perbuatan kalian, jika aku melihat amal kalian baik
maka aku memuji Allah karenanya dan jika aku melihat ada amal kalian yang buruk
aku memohonkan ampun untuk kalian kepada Allah "(HR al Bazzar dan para
perawinya adalah para perawi shahih)
Manfaat Hadits:
Hadits ini
menunjukkan bahwa meskipun sudah meninggal Rasulullah bisa mendoakan atau
memohonkan ampun kepada Allah untuk ummatnya. Oleh karenanya
diperbolehkan bertawassul dengannya, meminta didoakan olehnya meskipun ia sudah
meninggal.
7.
Hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhari dalam kitabnya al Adab al Mufrad
dengan sanad yang shahih tanpa 'illat dari Abdurrahman bin Sa'ad, ia berkata:
Suatu ketika kaki Ibnu Umar terkena semacam kelumpuhan (Khadar), maka salah
seorang yang hadir mengatakan: ingatlah orang yang paling Anda cintai!lalu Ibnu
Umar mengatakan: Yaa Muhammad. Seketika itu kaki beliau sembuh.
Manfaat Hadits:
Hadits ini
menunjukkan bahwa sahabat Abdullah ibnu Umar melakukan istighatsah dengan Nida
'"Yaa Muhammad (يا محمد)". Makna "يا
محمد" adalah أدركني بدعائك إلى الله: tolonglah aku dengan doamu kepada
Allah. Hal ini dilakukan setelah Rasulullah
wafat. Ini menunjukkan bahwa bisa
beristighatsah dan bertawassul dengan Rasulullah setelah beliau wafat, meskipun
dengan menggunakan redaksi Nida ', jadi Nida' al Mayyit (memanggil seorang nabi
dan wali yang telah meninggal) bukan syirik.
8. Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda dalam hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Musa berdoa:
"رب أدنني من
الأرض المقدسة رمية بحجر".
Maknanya: "Ya
Allah dekatkanlah aku ke Tanah Bayt al Maqdis meskipun sejauh lemparan
batu".
Kemudian Rasulullah
bersabda:
"والله لو أني
عنده لأريتكم قبره إلى جنب الطريق عند الكثيب الأحمر" أخرجه البخاري ومسلم
Maknanya: "Demi
Allah, jika aku berada di dekat kuburan Musa niscaya akan aku perlihatkan
kuburannya kepada kalian di samping jalan di daerah al Katsib al Ahmar"
(HR al Bukhari dan Muslim)
Manfaat Hadits:
Tentang hadits ini
al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata dalam kitabnya "Tharh
at-Tatsrib": "Dalam hadits ini terdapat dalil kesunnahan untuk
mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah ke sana dan memenuhi
hak-haknya".
Dan telah menjadi
tradisi di kalangan para ulama Salaf dan Khalaf bahwa ketika mereka mengalami
kesulitan atau ada kebutuhan mereka mendatangi kuburan orang-orang saleh untuk
berdoa di sana dan mengambil berhaknya dan setelahnya permohonan mereka
dikabulkan oleh Allah. Al Imam asy-Syafi'i ketika ada hajat
yang ingin dikabulkan seringkali mendatangi kuburan Abu Hanifah dan berdoa di
sana dan setelahnya dikabulkan doanya oleh Allah. Abu 'Ali al Khallal
mendatangi kuburan Musa bin Ja'far. Ibrahim al Harbi, al
Mahamili mendatangi kuburan Ma'ruf al Karkhi sebagaimana diriwayatkan oleh al
Hafizh al Khathib al Baghdadi dalam kitabnya "Tanggal Baghdad". Karena itu para ahli hadits seperti al Hafizh Syamsuddin Ibn al Jazari
mengatakan dalam kitabnya 'Uddah al Hishn al Hashin:
"ومن مواضع إجابة الدعاء قبور الصالحين".
"Di antara
tempat dikabulkannya doa adalah kuburan orang-orang yang saleh".
Al Hafizh Ibnu al
Jazari sendiri sering mendatangi kuburan Imam Muslim bin al Hajjaj, penulis
Shahih Muslim dan berdoa di sana sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ali al Qari
dalam Syarh al Misykat.
Hikayah NAFISAH (KISAH TELADAN)
Al Hafizh Abdurrahman ibn al Jawzi menyebutkan sebuah kisah dalam
kitabnya "Al Wafa bi Ahwal al Mushthafa"-kisah ini juga dituturkan
oleh al Hafizh adl-Dliya 'al Maqdisi - bahwa Abu Bakr al Minqari berkata:
"Adalah aku, ath-Thabarani dan Abu asy-Syaikh berada di Madinah. Kami
dalam suatu kondisi dan kemudian rasa lapar melilit perut kami, pada hari itu
kami tidak makan. Ketika tiba waktu Isya ', aku mendatangi makam Rasulullah dan
mengadu: "Yaa Rasulallah, al Juu' al Juu '( Wahai Rasulullah! lapar ...
lapar) ", lalu aku kembali. Abu as-Syaikh berkata kepadaku:"
Duduklah, (mungkin) akan ada rizqi atau (kalau tidak, kita akan) mati ".
Abu Bakar melanjutkan kisahnya:" Kemudian aku dan Abu asy-Syaikh beranjak
tidur sedangkan ath-Thabarani duduk melihat sesuatu. Tiba-tiba datanglah seorang 'Alawi (sebutan untuk orang yang memiliki
garis keturunan dengan Ali dan Fatimah) lalu ia mengetuk pintu dan ternyata ia
ditemani oleh dua orang pembantu yang masing-masing membawa panci besar yang di
dalamnya ada banyak makanan. Maka kami duduk lalu makan. Kami mengira sisa makanan akan diambil oleh pembantu itu, tapi ternyata
ia meninggalkan kami dan membiarkan sisa makanan itu ada di kami. Setelah kami selesai makan, 'Alawi itu berkata: "Wahai kaum, apakah
kalian mengadu kepada Rasulullah?, Sesungguhnya aku tadi mimpi melihat beliau
dan beliau menyuruhku untuk membawakan sesuatu kepada kalian".
Dalam kisah ini,
secara jelas dinyatakan bahwa menurut mereka, mendatangi makam Rasulullah untuk
meminta pertolongan (al Istighotsah) adalah bisa dan baik. Siapapun tahu bahwa mereka bertiga (terutama, ath-Thabarani, seorang ahli
hadits kenamaan) adalah ulama-ulama besar Islam. Kisah ini dinukil
oleh para ulama termasuk ulama madzhab Hanbali dan lainnya. Mereka ini di mata ummat Islam adalah Muwahhidun (Anggota Tauhid), bahkan
merupakan tokoh-tokoh besar di kalangan para Ahli Tauhid, sedangkan di mata
para anti tawassul mereka dianggap sebagai ahli bid'ah dan syirik.Padahal kalau
mau ditelusuri, peristiwa-peristiwa semacam ini sangatlah banyak seperti yang disebutkan
sebagian pada dalil ke delapan