Banyak
hal yang menyebabkan ilmu nahwu disusun. Secara umum sebab nya adalah
seputar kekeliruan orang-orang Arab pada bahasa mereka yang disebabkan
bercampurnya mereka dengan orang-orang ‘ajam (non Arab) yang masuk islam
sehingga mempengaruhi tata bahasa mereka.
Diantara penyebab utama disusunnya ilmu nahwu adalah:
Pada masa Rasulullah diriwayatkan bahwa ada seseorang yang keliru
bahasanya, maka Rasulullah bersabda: “ Bimbinglah saudura kalian ini..
Sesungguhnya dia tersesat”
Berkata Abu Bakar Ash Shidiq: “Aku lebih menyukai jika aku membaca dan aku terjatuh dari pada aku membaca dan aku keliru”
Pada masa Umar bin Khattab, bahasa yang keliru di kalangan orang arab
semakin menjamur. Hal ini disebabkan karena perluasan daerah kekuasaan
Islam sehingga banyak orang-orang ‘ajam yang masuk islam.
Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi:
1. Umar melewati suatu kaum yang buruk lemparan (tombak) nya maka beliau mencela mereka. Mereka pun menjawab:
إِِنَّا قَوْمٌ مُتَعَلِّمِيْنَ
(Makna yang mereka inginkan adalah: “sesungguhnya kami adalah kaum
terpelajar”. Akan tetapi mereka keliru karena yang benar إِنَّا قَوْمٌ
مُتَعَلِّمُوْنَ dengan merofa’kan kata “مُتَعَلِّمِيْنَ”)
Umar
berpaling dari mereka karena marah dan berkata:”Demi Allah kesalahan
kalian pada lisan kalian lebih berat menurutku daripada kesalahan kalian
pada lemparan (tombak) kalian“.
2. Abu musa Al Asyari mengirimkan surat kepada amirul mukminin Umar bin Khathab yang tertulis di situ kalimat
مِنْ اَبُوْ مُوْسَى إِلَى أَمِيْرِ المُؤْمِنِيَْنَ عُمَرٍ بْنِ الخَطَّابِ
(Dari abu musa kepada Amirul mukminin Umar bin Khathab.
Namun secara kaidah bahasa, kalimat yang tepat مِن اَبِيْ مُوْسَى dengan menjarkan kata “اَبُوْ”
Umar membalas surat tersebut dengan: “Sebaiknya kau cambuk Juru tulis
mu (karena keliru)”. Juru tulisnya adalah Abul Hushain Al Anbary.
3. Seorang laki-laki dari gurun (badui) masuk Islam dan meminta
diajarkan sesuatu dari Al Quran. Kemudian seorang kaum muslimin
membacakan awal surat At Taubah:
أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ مِنَ المُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ
“…bahwa Sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin..”( At Taubah : 3)
Akan tetapi orang tersebut membacanya sebagai berikut:
أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ مِنَ المُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ
Yaitu dengan mengkasrahkan kata رَسُوْلُ”” sehingga artinya berubah
menjadi “bahwa sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang
musyrikin dan RasulNya.”
Berkatalah orang badui tersebut:
“Apakah benar bahwa Allah berlepas diri dari Rasul Nya? Demi Allah aku
akan berlepas diri dari orang yang Allah berlepas diri darinya.”
Ketika Umar mengetahui hal tersebut, ia mengutus seseorang ke orang
tersebut dan membenarkan bacaannya dan Ia berseru kepada
manusia:”Hendaknya seseorang tidak membaca Al Quran kecuali ia
mengetahui bahasa Arab”.
Ini adalah beberapa contoh
kekeliruan-kekeliruan yang terjadi pada orang-orang arab disebabkan
bercampurnya mereka dengan orang-orang non-Arab.
Kekeliruan
ini tidak bisa dibiarkan karena dapat merusak pemahaman kaum muslimin
terhadap Al Quran sebagaimana contoh yang disebutkan di atas. Oleh
karena itu, ilmu nahwu disusun agar memudahkan seseorang dalam
mempelajari kaidah-kaidah bahasa Arab sehingga tidak keliru dalam
memahami kalimat bahasa Arab.
Pencetus Ilmu Nahwu
Ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama nahwu tentang siapa pencetus ilmu
nahwu. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa pencetus ilmu nahwu
adalah:
1. Amirul mu’minin Ali bin Abi Thalib
2. Abul Aswad Ad Du’aly atas perintah dari Khalifah Umar bin Khathab
3. Abul Aswad Ad Du’aly atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib atau
atas perintah Ziyad Pemimpin Bashrah atau Abul Aswad sendiri yang
mencetuskan nya yang dipicu oleh percakapan antara beliau dan anak
perempuan nya.
Berkata anaknya: “wahai ayahku.. مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ (Apa yang paling indah dari langit?)” –
dengan merofa’kan (membaca dhammah) kata ” أَحْسَنُ ” dan menjarkan (membaca kasrah) kata “السَّمَاءِ“ .
Beliau pun menjawab:”Bintang-bintangnya”. Anaknya pun berkata:”Aku bukannya bertanya wahai ayah.. tetapi aku sedang merasa takjub..”.
Beliau pun menjawab:“Kalau begitu seharusnya yang kamu ucapkan adalah..
مَا أَحْسَنَ السَّمَاءَ (betapa langit yang indah!)” – dengan membaca
fathah kata “أَحْسَنَ ” dan “السَّمَاءَ “.
4. Abdurrahman bin Humuz Al A’raj
5. Nashr bin ‘Ashim Al Laitsy
Pendapat yang paling kuat dari pendaat-pendapat di atas adalah pendapat
yang menyebutkan bahwa pencetusnya adalah Abul Aswad Ad Du’aly atas
perintah dari Khalifah Ali Bin Abi Thalib ketika terjadi banyak
kekeliruan orang arab terhadap bahasa nya sendiri khususnya kekeliruan
mereka dalam membaca Al Quran dan Hadits.
Begitulah sejarah
lahir nya ilmu nahwu dimana bisa kita baca dengan jelas bahwa tujuan
utamanya adalah agar kaum muslimin dapat membaca Al Quran dan Hadits
dengan benar sehingga bisa memahami maksud yang terkandung di dalamnya.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“”Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf : 2)
Imam Syafi`i rahimahullah berkata, “Manusia tidaklah menjadi bodoh dan
berselisih kecuali ketika meninggalkan bahasa Arab dan cenderung kepada
bahasa Aristoteles (bahasa orang barat).” [Siyaru A’lamin Nubala, 10/74]
Benarlah perkataan penyair yang berkata:
النَّحْوُ أَوْلَى أَوَّلاً أَنْ يُعْلَمَ.. إِذْ الكَلاَمُ دُوْنَةُ لَنْ يُفْهَمَ..
(Ilmu nahwu adalah hal pertama yang paling utama untuk dipelajari.. karena perkataan tanpanya, tak dapat dipahami..)
Related Posts : ARTIKEL DINIYAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar