Ada
salah satu sekte menyebar di masyarakat kita, mereka menamakan diri
"salafi", padahal sebenarnya nama yang cocok bagi mereka adalah "talafi"
(perusak). Jargon yang biasa mereka bawa adalah "basmi TBC", "perangi
segala macam bid'ah", "Kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah" dan
kata-kata "manis" lainnya. Salah satu yang sering dapat serangan dari
mereka adalah "urusan memakai tasbih", dengan "membabi buta dan tuli"
mereka mengatakan bahwa tasbih adalah bid'ah, bahkan mereka mengatakan
bahwa yang memakai tasbih dalam dzikir sama dengan kebiasaan orang-orang
Nasrani. A'udzu Billah. Jadi, sebenarnya mereka sendiri yang terkena
TBC dan yang menyebarkan TBC.
Perkataan Sebagian Ulama Tentang Tasbih
Perkataan al-Junaid al-Baghdadi. Al-Qadli ‘Iyadl al-Maliki dalam kitab
al-Ghun-yah, (Fahrasat Syuyukh al-Qadli ‘Iyadl). (Kitab berisi tentang
guru-guru al-Qadli ‘Iyadl sendiri), meriwayatkan dari salah seorang
gurunya, bahwa guru al-Qadli ‘Iyadl ini berkata:
سَمِعْتُ أَبَا
إِسْحَاقَ الْحَبَّالَ يَقُوْلُ: سَمِعْتُ أَبَا الْحَسَنِ بْنَ
الْمُرْتَفِقَ الصُّوْفِيَّ يَقُوْلُ: سَمِعْتُ أَبَا عَمْرِو بْنَ
عَلْوَانَ وَقَدْ رَأَيْتُ فِيْ يَدِهِ سُبْحَةً فَقُلْتُ: يَا أُسْتَاذُ
مَعَ عَظِيْمِ إِشَارَتِكَ وَسَنِيِّ عِبَارَتِكَ وَأَنْتَ مَعَ
السُّبْحَةِ فَقَالَ لِيْ: كَذَا رَأَيْتُ الْجُنَيْدَ بْنَ مُحَمَّدٍ
وَفِيْ يَدِهِ سُبْحَةٌ فَسَأَلْتُهُ عَمَّا سَأَلْتَنِيْ عَنْهُ فَقَالَ
لِيْ: كَذَا رَأَيْتُ أُسْتَاذِيْ بِشْرَ بْنَ الْحَارِثِ وَفِيْ يَدِهِ
سُبْحَةٌ فَسَأَلْتُهُ عَمَّا سَأَلْتَنِيْ عَنْهُ فَقَالَ لِيْ: كَذَا
رَأَيْتُ عَامِرَ بْنَ شُعَيْبٍ وَفِيْ يَدِهِ سُبْحَةٌ فَسَأَلْتُهُ
عَمَّا سَأَلْتَنِيْ عَنْهُ فَقَالَ لِيْ: كَذَا رَأَيْتُ أُسْتَاذِيْ
الْحَسَنَ بْنَ أَبِيْ الْحَسَنِ الْبِصْرِيَّ وَفِيْ يَدِهِ سُبْحَةٌ
فَسَأَلْتُهُ عَمَّا سَأَلْتَنِيْ عَنْهُ فَقَالَ لِيْ: يَا بُنَيَّ، هذَا
شَىْءٌ كُنَّا اسْتَعْمَلْنَاهُ فِيْ الْبِدَايَاتِ مَا كُنَّا بِالَّذِيْ
نَتْرُكُهُ فِيْ النِّهَايَاتِ، أُحِبُّ أَنْ أَذْكُرَ اللهَ تَعَالَى
بِقَلْبِيْ وَيَدِيْ وَلِسَانِيْ.
“Aku mendengar Abu Ishaq
al-Habbal berkata: Aku mendengar Abu al-Hasan ibn al-Murtafiq ash-Shufi
berkata: Aku mendengar Abu ‘Amr ibn ‘Alwan berkata ketika aku melihat
tasbih di tangannya dan aku berkata kepadanya: “Wahai Guru-ku, dengan
keagungan isyaratmu dan ketinggian tutur katamu masih juga-kah engkau
menggunakan tasbih?!”. Beliau berkata kepadaku: “Demikian ini aku
melihat al-Junaid ibn Muhammad dan di tangannya ada tasbih, lalu aku
bertanya kepadanya tentang apa yang engkau tanyakan kepadaku, maka
al-Junaid berkata kepadaku: Demikian ini aku melihat guruku Bisyr ibn
al-Harits dan di tangannya ada tasbih, lalu aku bertanya kepadanya
tentang apa yang engkau tanyakan kepadaku, maka Bisyr berkata kepadaku:
Demikian ini aku melihat ‘Amir ibn Syu’aib dan di tangannya ada tasbih,
lalu aku bertanya kepadanya tentang apa yang engkau tanyakan kepadaku,
maka ‘Amir berkata kepadaku: Demikian ini aku melihat guruku; al-Hasan
ibn Abu al-Hasan al-Bashri dan di tangannya ada tasbih, lalu aku
bertanya kepadanya tentang apa yang engkau tanyakan kepadaku, maka
al-Hasan berkata kepadaku: “Wahai anak-ku, tasbih ini adalah alat yang
kita pakai saat kita memulai mujahadah kita, dan kita tidak akan pernah
meninggalkannya di saat kita telah sampai pada puncak tingkatan kita
sekarang. Aku ingin berdzikir; menyebut Allah dengan hati, tangan dan
lidahku” [al-Ghunyah, h. 180-181].
al-Imam an-Nawawi (w 676 H) dalam kitab Tahdzib al-Asma’ Wa al-Lughat, menuliskan sebagai berikut:
وَالسُّبْحَةُ بِضَمِّ السَّيْنِ وَإِسْكَانِ الْبَاءِ خَرَزٌ
مَنْظُوْمَةٌ يُسَبَّحُ بِهَا مَعْرُوْفَةٌ تَعْتَادُهَا أَهْلُ الْخَيْرِ
مَأْخُوْذَةٌ مِنَ التَّسْبِيْحِ.
“Subhah -dengan harakat
dlammah pada huruf sin dan ba’ yang di-sukun-kan- adalah sesuatu yang
dirangkai dan digunakan untuk berdzikir, umum diketahui dan biasa
digunakan oleh Ahl al-Khair. Subhah diambil dari kata Tasbih” [Tahdzib
al-Asma’ Wa al-Lughat, j. 3, h. 143-144].
Mari kita renungkan
perkataan al-Imam an-Nawawi: “Ta’taduha Ahl al-Khair”, artinya; Tasbih
adalah alat yang biasa digunakan oleh Ahl al-Khair, yakni biasa
digunakan oleh para Atqiya’, orang-orang yang mulia dan orang-orang
saleh, serta lainnya. Demikian juga para wali Allah menggunakannya.
Apakah pantas bila kemudian ada orang berkata: “Menggunakan tasbih
adalah kebiasaan ahli bid’ah dan orang-orang musyrik?!”. Hasbunallah.
al-‘Allamah asy-Syaikh Ibn ‘Allan dalam Syarh al-Adzkar, menuliskan sebagai:
وَحَاصِلُ ذلِكَ أَنَّ اسْتِعْمَالَهَا فِيْ أَعْدَادِ الأَذْكَارِ
الْكَثِيْرَةِ -الَّتِيْ يُلْهِيْ الاشْتِغَالُ بِهَا عَنْ التَّوَجُّهِ
لِلذِّكْرِ- أَفْضَلُ مِنَ الْعَقْدِ بِالأَنَامِلِ وَنَحْوِهِ،
وَالْعَقْدُ بِالأَنَامِلِ فِيْمَا لاَ يَحْصُلُ فِيْهِ ذلِكَ سِيَّمَا
الأَذْكَارُ عَقِبَ الصَّلاَةِ وَنَحْوُهَا أََفْضَلُ، وَاللهُ أَعْلَمُ.
“Kesimpulannya, bahwa menggunakan tasbih dalam bilangan atau jumlah
dzikir yang banyak -yang jika seseorang sibuk dengan bilangan yang
banyak tersebut hingga ia tidak dapat konsentrasi dalam dzikir- hal itu
lebih afdlal daripada menghitung dengan jari-jari tangan dan semacamnya.
Sedangkan menghitung dengan jari-jari tangan dalam dzikir-dzikir yang
tidak mengganggu konsentrasinya, apalagi seperti dzikir seusai shalat
dan semacamnya, maka itu lebih afdlal (dari pada menghitung dengan
tasbih)” [Syarah al-Adzkar, j. 1, h. 252].
Karenanya banyak
dari para ulama kita yang memfatwakan kebolehan berdzikir dengan
mempergunakan tasbih. Bahkan banyak pula di antara mereka yang menulis
karangan khusus tentang kebolehan berdzikir dengan tasbih ini. Di
antaranya adalah: al-Hafizh as-Suyuthi yang telah menulis risalah
berjudul al-Minhah Fi as-Subhah, al-Hafizh Ibn Thulun menulis al-Mulhah
Fima Warada Fi Ashl as-Subhah, Ibn Hamdun dalam Hasyiyah-nya, Ibn Hajar
al-Haytami dalam al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah, al-Muhaddits Muhammad
Ibn ‘Allan ash-Shiddiqi asy-Syafi’i dalam I-qad al-Mashabih Li
Masyru’iyyah Ittikhadz al-Masabih, Muhammad Amin ibn ‘Umar yang lebih
dikenal dengan nama Ibn ‘Abidin dalam Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘Ala
ad-Durr al-Mukhtar, al-Muhaddits Syekh ‘Abdullah al-Ghumari dalam Itqan
ash-Shan’ah Fi Tahqiq MA’na al-Bid’ah, al-Hafizh al-Muhaddits asy-Syekh
‘Abdullah al-Harari dalam at-Ta’aqqub al-Hatsits dan Nushrah
at-Ta’aqqub, serta masih banyak para ulama lainnya.
Kerancuan Kalangan Yang Membid’ahkan Dan Mengharamkan Tasbih
Sebagian kalangan yang mengharamkan mempergunakan tasbih secara membabi
buta karena kebodohannya berkata: “Memakai tasbih adalah kebiasaan dan
lambang orang-orang Nasrani”..
Jawab:
Hasbunallah.
Pernyataan seperti ini sangat gegabah dan sangat berlebih-lebihan. Tidak
pernah ada seorang ulama-pun yang mengatakan seperti ini. Bahkan orang
Islam awam sekali-pun tidak mengatakan demikian. Sebaliknya, seluruh
ulama Salaf dan ulama Khalaf mengatakan boleh berdzikir dengan
mempergunakan tasbih, dan karenanya banyak di antara mereka yang
mengamalkan hal itu.
Para ulama dari empat madzhab, para ulama
hadits, para Sufi dan para ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah, semuanya
sepakat membolehkan penggunaan tasbih dalam hitungan dzikir. Adapun
golongan yang menyempal, seperti Wahhabiyyah, yang mengharamkan
penggunaan tasbih dalam berdzikir dan menganggapnya sebagai bid’ah yang
sesat, adalah faham ekstrim yang baru datang belakangan. Jelas, faham
semacam ini menyalahi apa yang telah diyakini oleh mayoritas umat Islam.
[Lihat klaim “ahli bid’ah” terhadap orang-orang yang mempergunakan
tasbih, diungkapkan oleh salah seorang pemuka Wahhabiyyah, bernama
‘Abdullah ibn Muhammad ibn Abd al-Wahhab, dalam buku berjudul
al-Hadiyyah as-Saniyyah, h. 47]
Padahal al-Imam as-Suyuthi dalam risalah al-Minhah Fi as-Subhah menuliskan sebagai berikut:
وَقَدْ اِتَّخَذَ السُّبْحَةَ سَادَاتٌ يُشَارُ إِلَيْهِمْ وَيُؤْخَذُ
عَنْهُمْ وَيُعْتَمَدُ عَلَيْهِمْ كَأَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ، كَانَ لَهُ خَيْطٌ فِيْهِ أَلْفَا عُقْدَةٍ فَكَانَ لاَ يَنَامُ
حَتَّى يُسَبِّحَ بِهِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ أَلْفَ تَسْبِيْحَةٍ، قَالَهُ
عِكْرِمَةُ. وَفِيْ مَوْضِعٍ ءَاخَرَ: وَلَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ
السَّلَفِ وَلاَ مِنَ الْخَلَفِ الْمَنْعُ مِنْ جَوَازِ عَدِّ الذِّكْرِ
بِالسُّبْحَةِ، بَلْ كَانَ أَكْثَرُهُمْ يَعُدُّوْنَهُ بِهَا وَلاَ
يَرَوْنَ ذلِكَ مَكْرُوْهًا.
“Tasbih ini telah dipakai oleh para
panutan kita, tokoh-tokoh ternama, ulama-ulama sumber ilmu dan sandaran
ummat, seperti sahabat Abu Hurairah. Beliau punya benang yang memiliki
dua ribu bundelan. Beliau tidak beranjak tidur hingga berdzikir
dengannya sebanyak dua belas ribu kali, seperti diriwayatkan oleh
‘Ikrimah”.
Di halaman lain as-Suyuthi berkata:
“Tidak
pernah dinukil dari seorang-pun, dari ulama Salaf dan ulama Khalaf yang
melarang menghitung dzikir dengan tasbih. Melainkan kebanyakan ulama
justru menghitung dzikir dengan menggunakan tasbih, dan mereka tidak
mengganggap hal itu sebagai perkara makruh”.
Dengan demikian,
para panutan kita terdahulu seperti yang disinggung oleh al-Imam
as-Suyuthi di atas, baik dari kalangan sahabat Nabi, para tabi’in dan
generasi-generasi setelah mereka, yang di antara mereka adalah para
ulama atqiya’ dan shalihin, mereka semua banyak yang mempergunakan
tasbih dalam menghitung bilangan dzikirnya.
Dari sini kita katakan kepada mereka yang mengharamkan penggunaan tasbih:
“Apakah kalian akan mengatakan bahwa jajaran para ulama Salaf dan para
ulama Khalaf tersebut sebagai orang-orang yang menyerupakan diri dengan
kaum Nasrani dan menghidupkan lambang-lambang mereka?! Tidakkah kalian
punya rasa malu?! Siapakah diri kalian hingga kalian berani berkata
seperti itu?! Apakah menurut kalian bahwa para ulama yang membolehkan
dan mempergunakan tasbih, seperti al-Hasan al-Bashri, al-Junaid
al-Baghdadi, an-Nawawi, Ibn Hajar al-‘Asqalani, as-Suyuthi, Ibn Hajar
al-Haitami dan lainnya, bahwa mereka semua tidak memahami agama?!
Apakah menurut kalian bahwa mereka tidak mengetahui hadits mana yang
shahih dan hadits mana yang dla’if?! Apakah menurut kalian bahwa mereka
semua tidak bisa membedakan antara sunnah dan bid’ah?! Seharusnya kalian
menyadari bahwa sebenarnya kalian sendiri yang pantas disebut sebagai
“Ahli Bid’ah”.
Dari : Berbagai Sumber
Dari : Berbagai Sumber
Related Posts : ARTIKEL DINIYAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar