Minggu, 04 November 2012

Mengutamakan Sahabat Nabi SAW



Oleh : Al Habib Muhammad Luthfi bin Yahya

Tafdhil sahabat adalah mengutamakan urutan yang tepat di antara mana yang harus didahulukan dan tepat kalau didahulukan. Dengan mengakhirkan salah satunya bukan berarti merendahkan atau mengurangi keutamaan yang terakhir. Semisal Imam Ali bin Abi Thalib. Sesuai urutan. Kalau saya contohkan orang mempunyai anak empat. Setelah tidak ada orang tuanva. Famili-famili sepakat bahwa pengganti orang tuanya adalah kakak pertama. Bukan berarti menyepelekan adiknya,sekalipun adiknya lebih pandai, lebih alim. Bukan berarti tnemojokan adiknya yang alim. Tapi semata-mata atas dasar ketuaannya, yang telah banyak makan asam garam dalam menialani kehidupan. Jadi sekali lagi satu atas dasar lebih lua, yang kedua dia anak pertama.

Khulafa al-Rasyidun yang pertama adalah Sayidina Abu Bakar, Nama aslinya Abdullah, Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Saad bin Tayim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib. Bertemu dengan silsilah nasab Nabi Saw. di Murrah. Dilahirkan di Makkah al-Mukarramah setelah lahirnya Rasulullah Saw., berselang satu tahun. Sayidina Abu Bakar terkenal sebelum masuk Islam! Akrab dengan Nabi Saw sebelum Baginda diangkat jadi Nabi. Semenjak lahir sampai masuk Islam Abu Bakar tidak pernah menyembah berhala. Akhlaknya dikenal baik oleh siapapun. Hadits-hadits yang menjelaskan tentang maqam (kedudukan) Abu Bakar banyak sekali. Nasab Abu Bakar bertemu dengan nasab Baginda Nabi Muhammad Saw. di datuk ke-8, Sayyid Ka’ab.

Sahabat Abu Bakar adalah Ahli diplomasi. Salah satu kecerdikannya ialah, ketika ia membangun sebuah tempat ibadah dan melakukan segala ritual agama di dalamnya, dengan tujuan agar ia tidak melanggar perjanjian dengan kaum Quraisy untuk senantiasa melakukan ibadah di dalam rumahnya. Demikian ini karena ia membangun tempat ibadah tersebut di atas lahan tanah miliknya sendiri, sehingga tidak bisa dikatakan bahwa ia keluar dari rumahnya. Ibnu al- Daghnah yang pada waktu itu menjadi mediator perjanjian pun tidak menuntut Abu Bakar.

Yang kedua adalah Sayidina Umar adalah yang mempunyai gelar al-Faruq, yang membedakan antara hak dan batil. Sayidina Umar memimpin selama 13, tahun. Sayidina Umar ini satu dari sekian tokoh Quraisy yang disegani. Sayidina Umar masuk Islam setelah sebelumnya ada 40 orang laki-laki masuk Islam dan 13 orang perempuan masuk Islam. Meski demikian Sayidina Umar masih termasuk dari sahabat yang bergelar al-sabiqun al-awwalun, generasi paling dahulu masuk Islam. Selain juga tentunya masuk pada kelompok mubasyarin bi al- jannah, sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga. Sayidina Umar wafat pada usia 63 tahun.

Khalifah ketiga adalah Sayidina Utsman bin Affan, bergelar dzi al-nurain. Sayidina Utsman memimpin selama 6 tahun. Sayidina Ustman mendapat gelar dzin al-nurain sebab Utsman menikahi dua putri Nabi; Sayidah Ruqayah dan kedua Sayidah Ummu Kultsum. Para ulama mengatakan tidak ada sepanjang sejarah ada sesorang yang menikah dengan dua putri seorang Nabi. Utsman wafat pada tahun 35 hijriyah, pada usia 80 tahun.

Sedangkan yang terakhir adalah Sayidina Ali. Sayidina Ali bergelar bab al-’ilmi, shiddiq al-Akbar, dan al-ridha al-murtadha. Imam Ali memiliki beberapa keistimewaan, di antaranya adalah orang yang pertama masuk Islam. Ada yang mengatakan Nabi Muhammad Saw. diangkat menjadi rasul pada hari Senin dan Sayidina Ali masuk Islam pada hari Selasa. Pada waktu itu usia Sayidina Ali baru 9 tahun. Imam Ali adalah salah satu dari beberapa orang yang mendapatkan tugas mengumpulkan al-Qur’an dan menyetorkannya pada Nabi Saw. Imam Ali dinikahkan oleh Nabi Saw. dengan putri Nabi; Sayidah Fathimah, dan Imam Ali yang menjadi khalifah pertama dari Bani Hasyim. Imam Ali karramallah wajhah wafat pada malam Minggu pada usia 63 tahun.

Saya meyakini bahwa Khulafa al-Rasyidun itu telah dipilih oleh Baginda Nabi Saw. khususnya. Dan jelas pilihan Baginda Nabi Saw tidak semata-mata pilhan pribadi, melainkan juga petunjuk dari Allah Swt. Dan saya yakin pilihan Nabi Saw benar sehingga para sahabat harus diikuti. Adapun kalau ada kekurangan, sangat wajar sebab khulafa’ al-rasyidun bukan Nabi. Meskipun demikian khulafa al-rasyidun adalah pintu Rasul bagi umatnya.

Maka kelemahan seseorang yang dekat dengan Al­lah Swt dan dekat kepada Nabi Saw., jauh lebih baik dibandingkan dengan kelemahan-kelemahan orang yang jauh kepada Allah Swt dan jauh kepada Rasulnya. Maka dari itu sebaiknya kita harus melihat pada keutamaan Allah Swt, yang diberikan kepada para sahabat, dan jangan melihat kelemahan mereka yang dekat kepada Allah Swt dan dekat kepada Rasul-Nya. Dan kalau kita sudah mencari kelemahan orang yang dekat dengan Al­lah Swt dan dekat dengan Rasul-Nya, kita anggap itu satu kelemahan, apalagi kelemahan kita jauh lebih ternganga dibandingkan kelemahan mereka yang kita cari-cari. Sangat kurang terpuji dan kurang bijak apabila kita mencari kelemahan-kelemahan para sahabat. Tak ubahnya kita mencari kelemahan orang tua kita sendiri. Padahal sebodoh apapun orang tua kita, bagaimanapun berjuang demi kelanggengan hidup anak-anaknya.

Alangkah terhinanya seorang anak yang selalu mencari kelemahan orang tuanya. Apalagi kepada khulafa al-rasyidun. Dapat dikata sebodoh-bodohnya orang tua, masih sangat mengharapkan anak-anaknya agar lebih baik dalam menghadapi kehidupan; dalam beragama, dalam mengikuti jejak baginda Nabi Saw. dan jejak para sahabat dan para ulamanya.

Jangan sekali-kali salah menempatkan tentang tafdhil sahabat. Tentang tafdhil ada kesimpangsiuran karena ‘ashabiyah (fanatisme). Cinta pada salah satu kalau tidak proporsional akan menyebabkan kebencian kita terhadap yang lainnya. Mereka semua afdhal, utama. Intinya kalau mengunggulkan salah satu dan berefek pada perendahan, merendahkan pada yang lain, itu sama sekali tidak benar. Penulis kitab saja kalau tidak benar-benar jernih itu kelihatan. Wallah A’lam. 

Dikutip oleh Tim Sarkub dari buku “Secercah Tinta” 
Karya Al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya hal. 71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar